TEMPO.CO, Jakarta -Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk tidak melanjutkan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB Ketat di Ibu Kota.
Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI, Ima Mahdiah, meminta Anies mencari jalan keluar yang rasional dalam menerapkan pembatasan sosial.
“PSBB ketat menyengsarakan masyarakat Jakarta,” kata Ima melalui keterangan tertulisnya, Sabtu, 10 Oktober 2020.
Pembatasan sosial ketat menyengsarakan berdasarkan keterangan yang didapatkan Ima dari pedagang kaki lima, warung makan, pengusaha restoran, pekerja industri hiburan, dan sebagainya yang mengadukan nasib mereka kepada Fraksi PDIP DKI.
Mereka, kata Ima, menggantungkan hidup dari perdagangan harian masyarakat pekerja di daerah perkantoran. Selama empat pekan pembatasan sosial ketat, pemasukann mereka tidak ada.
Selain itu, selama pembatasan ketat jilid II ini tidak ada pengurangan jumlah pasien Covid-19. Hal itu bisa dilihat dari data Covid-19 yang dipublikasi Pemprov DKI sebelum pengetatan pada 1 hingga 13 September 2020, data rata-rata harian kasus positif Covid-19 di Ibukota sebanyak 1150 kasus per hari.
Sedangkan data dari 14 hingga 26 September 2020 dalam periode PSBB ketat, justru jumlah kasus positif meningkat menjadi rata-rata 1178 kasus per hari. “Walaupun jumlah test PCR meningkat, namun jumlahnya tidak signifikan.”
Dari data itu, Ima menilai rem darurat yang didengung-dengungkan belum berhasil menekan penularan wabah. “Faktanya, sudah masyarakat tidak bisa melakukan kegiatan perekonomian, kasusnya pun tidak kunjung mengalami penurunan,” ujarnya.
Menurut dia, dunia usaha dan masyarakat kecil telah beradaptasi dengan situasi pandemi saat ini untuk bisa bertahan. Beberapa usaha makanan yang kesulitan menjual dagangan mereka karena tak boleh makan di tempat, sudah berusaha melakukan adaptasi dengan berjualan makanan di pinggir jalan. Hal itu membuktikan bahwa mereka benar-benar melakukan segala cara untuk sekedar bisa bertahan.
Dari segi pendapatan daerah, pajak restoran pada tahun 2019 lalu menyumbang pemasukan sebesar 2,4 Triliun kepada kas daerah. Dengan situasi seperti saat ini, jika PSBB ketat kembali diperpanjang, maka pertumbuhan minusnya akan semakin dalam sehingga merugikan semua pihak. “Termasuk Pemerintah DKI Jakarta yang saat ini sedang berjuang menutup defisit anggaran.”
Imbas dari defisit ini adalah program-program seperti rehabilitasi sekolah, perbaikan jalan, penanggulangan banjir bisa terganggu kedepannya. Bahkan Jakarta berpotensi tidak punya cukup anggaran untuk merehabilitasi halte-halte Transjakarta yang dibakar dalam aksi demonstrasi beberapa hari yang lalu.
Sebaiknya, kata dia, PSBB ketat tidak perlu diperpanjang lagi. Pemerintah DKI sebaiknya berfokus pada pengawasan dan membangun kesadaran kolektif serta budaya penerapan protokol kesehatan yang dibutuhkan. Pemerintah pun tidak perlu malu untuk mengakui jika rem tangan yang digunakan ternyata tidak menyelesaikan masalah dan malah membuat masalah lainnya.
“Perekonomian masyarakat harus tetap menjadi hal yang tidak dipisahkan dari Kesehatan masyarakat DKI Jakarta. Semua bisa dilaksanakan dengan tepat jika Pemerintah Daerah bisa tegas dalam menjalankan aturan yang mereka buat sendiri,” ujarnya.